Rm. YB. Mangunwijaya, Pr: Ode bagi Teologi yang “Terlibat”

 Image

“…esensi warta Tuhan pasti sangat sederhana. Namun, mengapa teologi

menjadi sukar dan memerlukan waktu bertahun-tahun

dalam dunia pikir elit yang memerlukan metodologi serta pembahasaan yang cangih,

dan karenanya tidak mungkin terjangkau oleh ‘sembarang’ orang?”

(Y.B. Mangunwijaya, Memuliakan Allah Mengangkat Manusia)

 

Romo Mangun berkisah tentang Teologi

Romo Mangun memaparkan realitas hidup manusia. Realitas yang di tampilkan yaitu menusia yang hidup di zaman modern, di mana manusia dihadapkan pada pola pikir ke arah rasio. Pola pikir ini merupakan salah satu ciri modernitas yang melibatkan penjabat tinggi (baca: atasan). Karena terlalu mengagungkan rasio, orang menjadi kurang peka akan perasaan. Hati (perasaan) yang tunpul memberi jalan bagi kekerasan, penindasan terutama terhadapa kaum kecil. Suasana kehidupan ini menghasilkan orang-orang yang takut dan menderita. Bagaimana melihat relasi antara Allah dan manusia dalam latarbelakang kehidupan semacam itu? Allah Bapa yang bagaimana yang bisa digambarkan oleh orang-orang kalau masyarakat hanya mengenal figur bapak yang otoriter, korupsi, suka cerai dan berjudi. Romo Mangun mengacu pada ayat kitab suci, ”Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup.” Fakta keberagaman menuntut gereja terbuka dan menyatakan bahwa di luar gereja pun Roh Kudus hadir dan membawa keselamatan.

Yang menarik adalah usaha dari Romo Mangun yang melihat realitas hidup, kepekaan akan mereka yang tersingkirkan. Sungguh menarik bahwa realitas itu dihubungkan lebih dalam, mengarah ke Yang Maha Tinggi. Menjunjung tinggi kebenaran dengan berjalan atau berusaha bersama dengan mereka yang mengalami ketidakadilan, pada jalan, kebenaran dan hidup Kristus. Hal ini menarik karena kita berteologi tidak terlepas dari pengalaman kongkrit kita sendiri dan di tengah-tengah masyarakat. Memperjuangkan kebenaran dan memberi harapan yang jelas akan kerinduan masyarakat.

            Pergulatan teologi adalah pergulatan tentang Allah, Allah sejauh dialami dalam pengalaman dan yang serempak pula tetap bersembunyi di baliknya. Memahami Allah sejauh pengalaman mengandaikan kesungguhan ‘mata’ untuk melihat kehadiranNya yang mengagungkan dalam kesederhanaan yang mungkin pula tampak begitu biasa. Berteologi, seyogianya mengangkat Allah dalam pengalaman dan menghadirkan Allah dalam pengalaman. Menghadapkan dan mempersoalkan Allah dengan kenyataan hari ini, merupakan sebuah langkah di dalam memaknai suatu kebenarana bahwa Allah ternyata tampak pada hari ini. Maka berteologi tentang Allah berarti berteologi pada kenyataan hari ini, dengan aneka fenomena dan warna kehidupannya. Karena itu, ajaran dan tradisi teologi yasng muncul dan yang telah terwarisi sejak hari kemarin, perlu dibaca secara baru dengan tidak mengabaikan tardisi dan kiatab suci sebagai pijakannya. Teolog perlu merumuskan warna teologi yang bersandar pada tradisi dan berkiprah pada fakta hidup manusia. Maka berteologi sekali lagi menegaskan, bahwa tataran teologi adalah tataran Allah yang terlibat, dan berteologi berarti pula berada dalam alur manusia yang terbuka pada Allah.

 

Ode bagi teologi yang ’terlibat’

Menghadirkan Allah sejauh pengalaman, bukan merujuk pada keterlibatan Allah pada tradisi, tetapi keterlibatan Allah pada hari ini. Tetapi, berusahalah agar jangan sampai hari ini, membuat kita menutup mata pada kebenaran tradisi, kalau saja pengalaman hari ini menjadi dominasi pijakan kita. Pengalaman hari ini, tidak semuas secara langsung menghadirkan konsep tentang Allah, karena Allah pun masih bisa tersembunyi di balik rumitnya pengalaman kita. Maka tradisi jangan dipisahkan dan dilupakan dan pengalaman jangan diabaikan tanpa kata. Mungkinkah satu metode berteologi sanggup menjawabi dan hadir pada setiap kenyataan hidup manusia? Berbicara tentang Allah jangan sejauh Allah teatpi juga yang terlibat. Pandanglah hari ini, dan tengoklah yang telah terhidupi kemarin. Kini, katakan kepada dunia, bahwa aku ada bagi Allah dan berkisah tentangNya dalam kataku yang terucap hari ini dan dalam kesungguhan tindakan saat ini, serta saat demi saat…itulah Ode bagi teologi yang ’terlibat’!

Tinggalkan komentar