26 Juni 2016. Minggu pagi itu berlalu begitu cepat.

Misa akhir pekan untuk beberapa stasi di pedalaman Tulangbawang, Lampung, kututup dengan survei Gereja yang akan dibangun oleh Yayasan Vinea Dei. Kebetulan, di minggu ini saya tak sendirian. Albert Gregory Tan, orang muda inspiratif pendiri Yayasan Vinea Dei ini menemani perjalananku melewati hutan-hutan karet Sumatra yang berlumpur. Sahabat dapat membuka web Yayasan sosial Katolik ini di peduligerejakatolik.org.

13626450_1309712262390283_1856975725443586683_n
Albert Gregory Tan – OMK pendiri Yayasan Vinea Dei – bersama rekan-rekan volunteer telah membangun lebih dari 100 gereja di 25 Keuskupan seluruh nusantara!

Kebetulan, saya juga menjadi salah satu pengawas Yayasan luar biasa ini. Yayasan ini semua dimotori oleh orang muda Katolik ragam latar belakang dan bergelut membangun gereja di tempat yang jauh dan terpencil di seluruh pelosok nusantara.

Di tengah hari, saya bersiap mengantar Albert Tan kembali ke bandara yang berjarak 3,5 jam dari paroki. Dalam perjalanan kami, Rm. Sriyanto SCJ – yang akrab kupanggil Romo Sri, hahaha – menelponku:

“Bro, apakah bisa membantu memberi baptisan anak di RSUD Tulangbawang? Jaraknya jauh sekali dari Mesuji…” tanya beliau. Maklumlah, Paroki St. Andreas Mesuji adalah paroki paling utara di Keuskupan Tanjung Karang.

IMG-9261
Perjalananku untuk pelayanan Ekaristi: setia dengan motor Scorpio, sandal jepit dan tas misa berisi hosti dan anggur 🙂

“Oh ya Mas, kebetulan kami akan lewat RSUD dalam perjalanan ke bandara,” ujarku. Puji Tuhan, di dalam mobilku yang masih penuh bekas lumpur, masih tersimpan stola dan minyak suci. Firasatku mengatakan anak yang akan kubaptis ini pasti sudah parah sakitnya.

Benar saja. Saya dan Albert disambut oleh ibu dari anak ini. Sang ibu masih pucat dan matanya terlihat sembab. Saya tak menyangka bahwa “anak” yang dimaksud oleh Romo Sri ternyata adalah bayi yang baru saja dilahirkan dalam kondisi prematur. Hatiku trenyuh. Ya Tuhan, bayi laki-laki ini kecil sekali; mungkin seukuran kepalan tanganku. Ia berada dalam inkubator dengan banyak selang: infus, oksigen, selang sonde ke dalam mulutnya…

Saya dan Albert Tan harus menunggu sebentar karena para perawat berusaha mengambil sampel darah bayi ini. Mereka tampak sangat berhati-hati. Karena tangan si bayi ini sangat ringkih, mereka tidak menusukkan jarum, namun menggoreskan luka di kulitnya yang tipis. Saya ingat betul bagaimana bayi kecil itu menangis tanpa suara karena mulut dan hidungnya yang mungil dipenuhi selang pernafasan. Sebagai imam yang masih “hijau”, saya berusaha tegar dan menahan airmata.

IMG_7374
Baby Methodius dalam inkubator …

 

“Kondisinya terus menurun dan makin buruk. Harapan bertahan kecil,” ujar perawat itu singkat. Hatiku trenyuh sekali.

“Saya tak boleh menangis! Saya harus kuat supaya ibu bayi ini juga kuat!” ujarku dalam hati. Saya bayangkan perasaan ibu muda itu: anak pertamanya sedang berjuang antara hidup dan maut. Buku baptisan, minyak krisma dan stola kusiapkan. Sang ibu yang baru melahirkan itu tegak sendirian di sampingku. Sang ayah muda masih di Mesuji mencari biaya untuk Rumah Sakit si kecil.

“Albert, kamu jadi bapa baptisnya, ya!” ujarku pada Albert. Ia pun bersedia.

“Bu, siapa nama anak ini?” tanyaku pada sang ibu muda.

“Namanya Methodius, romo!” jawab si bu.

Saat semuanya telah siap, saya baru sadar dua hal: air baptis belum ada dan Methodius kecil ini masih ada di dalam inkubator. Saya yakin sekali Roh Kudus menuntun akalku saat itu: air mineral kemasan gelas plastik dan sedotan kecilnya menjadi solusi. Ritus baptisan dimulai. Saya memberi urapan minyak, memberkati air baptis dan mengucapkan rumus baptisan. Dengan sedotan kecil itu, saya menahan air baptis dengan ujung jempol. Tangan kananku masuk dalam inkubator itu.

“Methodius, saya membaptis engkau dalam nama Bapa…” kulepas perlahan jempolku dari ujung sedotan itu dan setetes air jatuh di pipi si bayi.

“ … dan Putra …” tetesan berikutnya.

“… dan Roh Kudus. Amin,” tetesan terakhir.

Bayi ini tenang sekali. Methodius tidak menangis seperti bayi-bayi lainnya yang dibaptis di gereja yang megah dan indah. Ia dibaptis dalam keheningan ruang ICU, di tengah aroma antiseptik dan doa lirih dari ibunya. Ia tidak dibaptis dalam bejana emas. Metho kecil diangkat menjadi anak Allah yang mulia dengan tiga tetes air mineral dan satu sedotan mungil.

Lagi-lagi hati kecilku seperti didorong oleh Roh Kudus. Saya mendengar suara dalam hatiku, pelan namun tegas: doakan dia pada Bunda Maria! Dan kuturuti suara hatiku itu. Saya mengundang Albert Gregory, bapa baptis Methodius, dan ibunya untuk mendekat dan berdoa.

“Bunda Maria, engkau adalah ibu kami semua! Engkau juga adalah ibu dari Methodius yang baru saja menjadi anak Allah dalam Sakramen baptis mulia ini… Maka, kami semua memohon agar melalui doamu, Methodius kecil ini boleh bertahan hidup dan tumbuh menjadi putramu! Demi Kristus pengantara kami, Amin!” ujarku lantang dan dengan hati penuh iman.

Tak lupa saya mohonkan doa pada Santo Gerardus Majella, pelindung para ibu hamil dan anak-anak dalam bahaya: “Santo Gerardus Majella, doakanlah kami semua!”

Kami bertiga tertunduk dalam doa.

Engkau juga pasti pernah mengalami saat-saat di mana kita hanya mampu bersandar pada kekuatan doa; di mana kemustahilan menjadi kesempatan bagi Tuhan untuk berkarya dan memuliakan umatNya.

Saya dan Albert harus meneruskan perjalan menuju Bandara. Sebelum berpisah, saya sekali lagi menyentuh jemari mungil Methodius.

“Kuatlah, Metho! Kuatlah! Bunda Maria dan St. Gerardus akan menolongmu!”

Dan kuasa doa tidak pernah sia-sia!

IMG_4783
Ayah dan Ibu Metho: keluarga Katolik penuh iman!

Beberapa saat kemudian, saya mendengar bahwa Metho membaik kondisinya setelah baptisan. Berkat usaha para perawat dan dokter, juga iman ayah dan ibu muda itu, kondisi Methodius berangsur stabil dan membaik, Metho tumbuh semakin kuat hingga akhirnya ia boleh kembali ke rumah. Keluarga muda itu tak lupa bersyukur untuk karunia Tuhan yang luar biasa! Beberapa bulan kemudian, keluarga ini mengintensikan misa syukur di rumah mereka…

IMG_4782
Tumbuh besar dalam kasih karunia sebagai anak Tuhan ya, Methodius!

 

Bagi saya, pengalaman ini menjadi mukjizat yang meneguhkan; yang mengajarkan padaku bahwa Tuhan tetap menyertai dan bekerja… bahkan lewat sedotan air mineral sekalipun! Tangan kita yang kecil dan rapuh ini, sahabatku, adalah sarana Tuhan membagikan berkatNya! Maka, jangan lelah untuk selalu ora et labora; berdoa dan berkarya!

Bersama doa Bunda Maria dan berkat perlindungan para Kudus di surga, rasanya hidup kita – seberat apapun – akan jadi kesempatan untuk memuliakan Allah!

Doa dan berkatku untuk Methodius dan keluarganya; untuk Albert Gregory Tan dan rekan-rekan di Yayasan Vinea Dei; juga untuk engkau yang sedang membaca kisah ini..

+ Rm. Albertus Joni, SCJ (www.romokoko.org)

5 tanggapan untuk “Mukjizat di Ujung Sedotan Plastik”

  1. aryantowijaya Avatar

    Thanks for writing this, Romo 🙂

    Kiranya Tuhan memberkati Methodius, juga keluarganya.

  2. albertusjoni.scj Avatar

    Terimakasih, saudaraku! Tuhan memberkatimu juga …

  3. DEBBIE FEBRIANY (KKIA) Avatar
    DEBBIE FEBRIANY (KKIA)

    Halo Mo! Saya klik link di Twitter dan Facebook koq gak jalan ya?

    1. albertusjoni.scj Avatar

      diklik lagi ya 🙂 linknya sudah benar …

  4. Retno andrianti Avatar
    Retno andrianti

    Karya Roh Kudus beketja sempurna melalui byk cara.. Mlalui babtisan Rm ,anak ini diberi hidup yg baru.. PF methodius, jdilah anak Tuhan Yesus.. Kau akan dipakai sbg alatNya.

    Doa utk Metho s mengijuti rm Joni sbg seorang Dehonian. Amin. Love all of you..

Tinggalkan komentar

I’m Romo Koko

Saya adalah seorang Imam dalam Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ) yang biasa disapa dengan para Dehonian. Semoga web sederhana ini makin membuat Anda mengenal belaskasih Allah…

Let’s connect